Infokasus.id Pontianak, Kalbar – Minggu, 15 Juni 2025 —Keputusan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menganggarkan dana sebesar Rp15 miliar dalam APBD 2025 untuk pengadaan kendaraan dinas menuai sorotan tajam dari DPD Lembaga Swadaya Masyarakat Monitor Aparatur Untuk Negara dan Golongan (LSM MAUNG) Kalbar.
Organisasi pemantau independen ini menilai bahwa kebijakan tersebut mesti mendapatkan pengawasan ketat agar tidak menyimpang dari semangat efisiensi dan akuntabilitas penggunaan anggaran yang berpihak pada kebutuhan dasar masyarakat.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah Kalbar, Harisson, menyatakan bahwa langkah pengadaan kendaraan ini merupakan bagian dari hasil efisiensi besar-besaran yang menghasilkan penghematan anggaran sebesar Rp322 miliar. Anggaran itu kemudian dialokasikan kembali untuk berbagai program prioritas seperti infrastruktur (Rp737 miliar), bantuan rumah tidak layak huni (Rp273,8 miliar), serta pendidikan (Rp209 miliar). Secara keseluruhan, program prioritas Pemprov Kalbar mencapai nilai Rp1,2 triliun.
Kebutuhan atau Kemewahan?
Pemprov beralasan bahwa sebagian besar kendaraan dinas sudah uzur dan tidak efisien secara operasional. Beberapa kendaraan seperti Nissan Serena 2007 dan bus tahun 2010 disebut sudah tidak layak dan kerap mengalami kerusakan saat digunakan untuk agenda pemerintahan.
Namun, Ketua DPD LSM MAUNG Kalbar, Andri Mayudi, menegaskan bahwa pengambilan keputusan tidak bisa hanya berdasar pada klaim efisiensi, melainkan harus disertai data yang akurat dan dapat diuji publik.
"Kami menekankan pentingnya transparansi dalam metode pengambilan keputusan anggaran. Publik harus tahu bagaimana kajian kebutuhan dilakukan, bagaimana armada lama dievaluasi, dan seperti apa analisa biaya-manfaat yang digunakan," ujar Andri dalam keterangannya.
LSM MAUNG Kalbar Soroti 5 Poin Kritis:
🔹 1. Ketidakseimbangan Prioritas Anggaran
Masih banyak kebutuhan dasar masyarakat yang belum tertangani, seperti infrastruktur pedesaan, layanan kesehatan, dan peningkatan mutu pendidikan. Alokasi Rp15 miliar untuk kendaraan dinas dinilai belum tepat dalam skala prioritas publik.
🔹 2. Tidak Ada Audit Armada Lama yang Terbuka
Hingga kini, belum pernah ada laporan publik mengenai audit teknis kendaraan dinas yang digunakan. Tanpa audit ini, urgensi pengadaan kendaraan baru menjadi sulit dipertanggungjawabkan secara objektif.
🔹 3. Absennya Kajian Cost-Benefit Analysis (CBA)
Tidak ada laporan komprehensif yang menunjukkan perbandingan antara biaya perawatan kendaraan lama dan investasi pengadaan unit baru. Padahal, CBA penting untuk menghindari kebijakan yang bersifat asumtif.
🔹 4. Kurangnya Partisipasi Pengawasan Masyarakat
Proses perencanaan dan penganggaran dinilai tertutup dari partisipasi publik. Lembaga independen dan masyarakat tidak dilibatkan sejak tahap awal perumusan kebijakan.
🔹 5. Risiko Moral Hazard dalam Belanja Daerah
Andri mengingatkan bahwa peningkatan fasilitas birokrasi tanpa kontrol berpotensi menciptakan moral hazard, yakni kecenderungan memprioritaskan kenyamanan birokrat di atas pelayanan publik yang seharusnya menjadi prioritas utama.
Transparansi Jadi Tuntutan Publik
DPD LSM MAUNG Kalbar menyerukan agar Pemprov Kalbar menerapkan prinsip open government dan membuka akses informasi publik atas setiap proses pengadaan barang dan jasa pemerintah.
"Semakin terbuka data, maka semakin tinggi legitimasi pemerintah. Tapi jika tertutup, justru akan memancing kecurigaan publik dan merusak kepercayaan terhadap pengelolaan keuangan daerah," tegas Andri.
Kebijakan ini menjadi cermin pentingnya penguatan peran serta masyarakat dan lembaga pengawas dalam menjaga integritas belanja publik. Dengan kebutuhan pembangunan yang masih tinggi di berbagai sektor, kontrol terhadap belanja birokrasi mutlak diperlukan agar APBD benar-benar menjadi alat perubahan, bukan sekadar pemenuhan kenyamanan struktural.
(TIM/RED)
Sumber: DPD LSM MAUNG Kalbar
0 Komentar